Senin, 20 Februari 2017

MAKALAH PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH AGROINDUSTRI

KARAKTERISTIK LIMBAH ORGANIK AGROINDUSTRI “
Oleh :
Larinda Zuari
2041510011
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
2016






1.   Limbah Peternakan
Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembang usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
2.      
Salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dengan menerapkan teknologi pembuatan gasbio (Basuki, 1985). Pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970-an, bertujuan memanfaatkan bahan limbah menjadi sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah (Suriawirya, 2004). Teknologi pembuatan biogas dari kotoran ternak berpeluang menjadi solusi pilihan untuk keterbatasan ketersediaan bahan bakar minyak tanah dan kayu bakar serta peningkatan produksi ternak menuju swasembada daging serta mendorong perbaikan lingkungan (Sembiring, 2005)
Gasbio sebagai sumber bahan bakar dapat diperoleh melalui proses fermentasi anaerob dari limbah pertanian maupun limbah peternakan yang mengalami biokonversi menjadi bahan bakar yang lebih berguna. Komposisi gas bio terdiri dari gas methan (CH4), Karbondioksida (CO2), dan sedikit Hidrogen Sulfida (H2S), Nitrogen (N2), Karbonmonoksida (CO) serta Oksigen (O2) (Sihombing, 1980). Diantara komponen penyusun gas bio tersebut yang berfungsi sebagai bahan bakar adalah gas methan (CH4) (Soejono et al. 1989)
Produksi gas methan untuk setiap proses produksi produksi berbeda-beda, termasuk antara feses ternak babi dan ternak sapi potong, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah mikrobia dan C/N rasio feses. Menurut Hadi (1982) rasio C/N feses babi adalah 25 lebih besar dari pada sapi 18. Terdapat perbedaan jumlah mikrobia antara feses babi dan feses sapi potong. Selain itu banyak sedikitnya jumlah mikrobia dipengaruhi oleh perbedaan jenis makanan, umur ternak, kondisi pengumpulan feses, cara memelihara dan juga faktor lingkungan (Anonimus, 1980).

2.   Limbah Perkebunan
Kakao (Theobroma cacao l.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang saat ini terus dikembangkan, karena tanaman kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang banyak menghasilkan devisa negara dan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dari sektor non migas. Pengusahaan kakao dapat meningkatkan pendapatan petani kakao, menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Soetani, S (1990), menyatakan bahwa biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan minuman, disamping sebagai bahan baku obat-obatan dan kosmetik.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengembangkan kakao, salah satunya melalui program pemerintah (Dirjen Perkebunan) yang melaksanakan peremajaan kakao dengan benih unggul. Untuk mendukung program tersebut maka diperlukan bibit yang bermutu dalam jumlah besar. Pada pembibitan kakao dengan menggunakan polybag kekurangan unsur hara merupakan masalah yang sering dihadapi, sehingga menghambat pertumbuhan bibit.
Kekurangan unsur hara dapat diatasi dengan pemberian pupuk (baik organik maupun anorganik). Pemakaian pupuk anorganik selain mahal dan sulit didapat, juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Herman dan Goenadi, 1999). Oleh karena itu pemakaian pupuk organik perlu digalakkan.
Pupuk organik dapat berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kascing, kompos limbah kelapa sawit (sludge, abu dan kompos janjang kelapa sawit), serta limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa LCPKS dengan tingkat BOD antara 3.500-5.000 mg L-1 dapat langsung dipakai pada tanaman kelapa sawit. Pengaruh positif dari pemanfaatan limbah cair tersebut antara lain peningkatan produksi kelapa sawit dan perbaikan sifat kimia (kandungan hara) dan sifat fisika tanah (Purba et al., 2004). Dilihat dari potensi sumber bahan baku dan unsur hara yang dikandungnya, LCPKS sangat mungkin dijadikan sebagai pupuk untuk pertumbuhan bibit kakao di pembibitan, dan pemanfaatannya juga dapat mengurangi beban pencemaran pada lingkungan.
Aplikasi LCPKS secara nyata dapat memperbaiki kesuburan tanah, terutama sifat kimia tanah; seperti hasil penelitian Ermadani dan Arsyad (2007) dimana aplikasi LCPKS dapat memperbaiki beberapa saifat kimia tanah, yaitu peningkatan pH, C-organik, N-total, P-tersedia, KTK, K-dd, Ca-dd, dan peningkatan Mg-dd.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap pertumbuhan bibit kakao di polybag. Serta mendapatkan dosis LCPKS yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao di polybag.

3.   Limbah Kehutanan
a.    Sifat fisik papan partikel, yaitu kadar air, kerapatan, pengembangan tebal dan daya serap air berturut-turut untuk papan partikel dari bahan baku tipe shaving sebesar 9,18%, 0,50, 22,76% dan 39,76%. Sedangkan nilai kadar air, kerapatan, pengembangan tebal dan daya serap air berturut-turut untuk papan partikel dari bahan baku

tipe serbuk kayu sebesar 12,14%, 0,42, 29,22% dan 45,90%.

b.    Sifat keteguhan lentur statis yang meliputi keteguhan patah (MOR) dan kelenturan (MOE) untuk papan partikel dari bahan baku tipe shaving sebesar 85,22 kg/cm2 dan 9.284,82 kg/cm2, sedangkan untuk papan partikel dari bahan baku tipe serbuk kayu sebesar 57,42 kg/cm2 dan 4993,14 kg/cm2.

c.    Apabila dibandingkan dengan setandar yang ada, papan partikel yang dihasilkan memiliki nilai rata-rata dibawah Standar Nasional Indonesia dan FAO. Dari yang ada, penggunaan papan partikel ini dapat dipakai untuk bahan-bahan yang tidak memerlukan kekuatan tinggi seperti penyerap suara dan mainan anak-anak.

4.   Limbah Peternakan
            Penelitian terhadap ampas kurma sebagai pakan unggas masih belum dilakukan, namun di Kesultanan Oman melaporkan hasil penelitian pemberian by-product kurma yaitu biji kurma, daun pohon kurma dan by-product dari industri seperti date fiber dan sirup sebagai pengganti konsentrat komersial untuk domba Omani (Mahgoub et al. 2005). AlMasri (2005) dalam penelitiannya menyebutkan kandungan energi, protein kasar dan serat kasar dalam biji kurma berturut-turut: 9,4 MJ/kg DM; 57 g/kg DM dan 116 g/kg DM. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan tepung ampas kurma sebagai pengganti jagung dapat berpengaruh pada persentase bobot jeroan (giblet) dan lemak abdomen ayam pedaging (Gallus gallus domesticus sp.). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi jumlah optimum tepung ampas kurma yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti jagung dalam ransum ayam pedaging, sehigga mampu menurunkan bobot giblet dan lemak abdomen.
5.   Limbah Pertanian
            Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai penelitian untuk menghasilkan sumber-sumber energi alternatif yang terbarukan. Pemerintah Indonesia telah resmi memilih empat tanaman untuk diolah menjadi bahan bakar nabati, yaitu jarak pagar (Jatropha curcas) dan kelapa sawit (Elaesis gueneensis) untuk produksi biodiesel serta tebu (Saccharum officinarum) dan ketela pohon (Manihot esculenta) untuk produksi bioetanol (Kong, 2010). Tebu dan ketela pohon merupakan bahan baku pangan di Indonesia, sehingga pengolahan kedua tanaman ini menjadi bioetanol secara masal masih belum berhasil direalisasikan. Jika program pengadaan bahan bakar nabati ini terus dikembangkan maka dapat terjadi kompetisi antara kecukupan pangan, jaminan ketersediaan energi dan perlindungan lingkungan. Penelitian tentang bioetanol berbasis biomassa terus dilakukan, dan saat ini mulai diteliti pembuatan bioetanol generasi kedua. Penelitian bioetanol generasi pertama membahas pemanfaatan bahan baku pangan menjadi bioetanol, seperti tebu, ketela pohon, sorghum, gandum, dan sebagainya. Sedangkan pada generasi kedua, penelitian difokuskan pada pemanfaatan limbah industri pangan menjadi bioetanol. Sehingga diharapkan masalah kompetisi antara kecukupan pangan, jaminan ketersediaan energi dan perlindungan lingkungan dapat teratasi. Beberapa limbah industri pangan yang dapat diolah menjadi bioetanol antara lain limbah minyak kelapa sawit (CPO), limbah padi dan limbah pabrik gula. Limbah industri pangan yang dapat diolah menjadi bioetanol umumnya mengandung lignoselulosa yang dihidrolisis menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi etanol. Pemanfaatan limbah industri pangan tersebut dalam makalah ini akan dikaji dari segi potensi dan teknologinya.
a.     Bioetanol Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara karena bahan bakar ini ramah lingkungan dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Untuk pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya :
·         Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
·         Bahan berpati : tepung biji sorgum, jagung, sagu, singkong/ gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, suweg, umbi dahlia.
·         Bahan berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagase, dll. Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin yang digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX). Selain itu dapat dicampur dengan bensin yang disebut gasohol (E10), bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi). Bioetanol saat ini yang diproduksi umumnya berasal dari bioetanol generasi pertama, yaitu bioetanol yang dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan tersebut adalah bahan pangan atau pakan. Konversi bahan pangan/pakan menjadi bioetanol di Eropa dan Amerika diduga menjadi salah satu penyebab naiknya harga-harga pangan dan pakan. Arah pengembangan bioetanol mulai berubah ke arah pengembangan bioetanol generasi kedua, yaitu bioetanol dari biomassa lignoselulosa, yang diperoleh dari limbah-limbah industri pangan, seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), jerami padi, tongkol jagung, sisa pangkasan jagung, onggok, bagase, sisa pangkasan tebu, kulit buah kakao, kulit buah kopi, dan sebagainya. Dua limbah industri pertanian yang melimpah jumlahnya adalah TKKS dan jerami padi. 2.2
b.    Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) TKKS merupakan limbah padat dari industri pengolahan kelapa sawit. Komponen utama TKKS terdiri dari selulosa (41-46 persen), hemiselulosa (25-33 persen), dan lignin (25-32 persen). Tingginya kadar selulosa pada polisakarida itu dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol. Limbah kelapa sawit jumlahnya melimpah. Sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam dapat menghasilkan limbah 100 ton/hari. Di Indonesia terdapat 470 pabrik pengolahan kelapa sawit. Limbahnya mencapai 28,7 juta ton dalam bentuk cair dan 15,2 juta ton limbah padat per tahun. Dalam proses produksi Crude Palm Oil (CPO), 1 ton Tandan Buah Segar Kelapa Sawit(TBS) menghasilkan 200 kg CPO dan limbah padat Tandan Kosong Kelapa sawit (TKKS) 250 kg. Diperkirakan jumlah TKKS pada tahun 2006 adalah sebanyak 20.75 juta ton. Misalkan kadar air TKKS ini adalah 50%, maka jumlah TKKS kering kira-kira 10.375 juta ton. 2.3 Jerami padi Padi merupakan tumbuhan monocotyl yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman padi yang lelah siap panen akan diambil butiran - butirannya dan batang serta daunnya akan dibuang. Batang dan daun inilah yang disebut dengan jerami. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang mengandung polisakarida dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin dan belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini jerami padi digunakan untuk pakan ternak dan media tumbuh jamur. Meskipun demikian jerami masih berlimpah dan terkadang harus dibakar. Sebatang jerami yang telah dirontokkan gabahnya terdiri atas : 1. Batang (lidi jerami), Bagian batang jerami kurang lebih sebesar lidi kelapa dengan rongga udara memanjang di dalamnya.
c.     Ranting jerami, merupakan tempat dimana butiran butiran menempel. Ranting jerami ini lebih kecil, seperti rambut yang bercabang – cabang meskipun demikian ranting jerami mempunyai tekstur yang kasar dan kuat.
d.    Selongsong jerami, adalah pangkal daun pada jerami yang membungkus batang atau lidi jerami. Jerami merupakan golongan kayu lunak yang mempunyai komponen utama selulosa. Selulosa adalah serat polisakarida yang berwarna putih yang merupakan hasil dari fotosintesa tumbuh - tumbuhan. Jumlah kandungan selulosa dalam jerami antara 35 - 40 %. Kandungan lain pada jerami adalah lignin dan komponen lain yang terdapat pada kayu dalam jumlah sedikit.