“ KARAKTERISTIK LIMBAH ORGANIK AGROINDUSTRI
“
Oleh :
Larinda Zuari
2041510011
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
2016
1. Limbah
Peternakan
Limbah tersebut
meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan,
embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan
lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembang usaha peternakan, limbah yang
dihasilkan semakin meningkat.
2.
Salah satu
alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dengan menerapkan teknologi
pembuatan gasbio (Basuki, 1985). Pembuatan dan penggunaan biogas mulai
digalakkan pada awal tahun 1970-an, bertujuan memanfaatkan bahan limbah menjadi
sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah (Suriawirya, 2004).
Teknologi pembuatan biogas dari kotoran ternak berpeluang menjadi solusi
pilihan untuk keterbatasan ketersediaan bahan bakar minyak tanah dan kayu bakar
serta peningkatan produksi ternak menuju swasembada daging serta mendorong
perbaikan lingkungan (Sembiring, 2005)
Gasbio sebagai
sumber bahan bakar dapat diperoleh melalui proses fermentasi anaerob dari
limbah pertanian maupun limbah peternakan yang mengalami biokonversi menjadi
bahan bakar yang lebih berguna. Komposisi gas bio terdiri dari gas methan (CH4),
Karbondioksida (CO2), dan sedikit Hidrogen Sulfida (H2S),
Nitrogen (N2), Karbonmonoksida (CO) serta Oksigen (O2)
(Sihombing, 1980). Diantara komponen penyusun gas bio tersebut yang berfungsi
sebagai bahan bakar adalah gas methan (CH4) (Soejono et al. 1989)
Produksi gas
methan untuk setiap proses produksi produksi berbeda-beda, termasuk antara
feses ternak babi dan ternak sapi potong, hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan jumlah mikrobia dan C/N rasio feses. Menurut Hadi (1982) rasio C/N
feses babi adalah 25 lebih besar dari pada sapi 18. Terdapat perbedaan jumlah
mikrobia antara feses babi dan feses sapi potong. Selain itu banyak sedikitnya
jumlah mikrobia dipengaruhi oleh perbedaan jenis makanan, umur ternak, kondisi
pengumpulan feses, cara memelihara dan juga faktor lingkungan (Anonimus, 1980).
2. Limbah Perkebunan
Kakao
(Theobroma cacao l.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang saat ini terus dikembangkan, karena tanaman kakao merupakan
salah satu komoditas ekspor yang banyak menghasilkan devisa negara dan
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dari sektor non migas. Pengusahaan kakao
dapat meningkatkan pendapatan petani kakao, menciptakan dan memperluas lapangan
kerja. Soetani, S (1990), menyatakan bahwa biji kakao dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku makanan dan minuman, disamping sebagai bahan baku
obat-obatan dan kosmetik.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk
mengembangkan kakao, salah satunya melalui program pemerintah (Dirjen Perkebunan)
yang melaksanakan peremajaan kakao dengan benih unggul. Untuk mendukung program
tersebut maka diperlukan bibit yang bermutu dalam jumlah besar. Pada pembibitan
kakao dengan menggunakan polybag kekurangan unsur hara merupakan masalah yang
sering dihadapi, sehingga menghambat pertumbuhan bibit.
Kekurangan
unsur hara dapat diatasi dengan pemberian pupuk (baik organik maupun
anorganik). Pemakaian pupuk anorganik selain mahal dan sulit didapat, juga
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Herman dan Goenadi,
1999). Oleh karena itu pemakaian pupuk organik perlu digalakkan.
Pupuk
organik dapat berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kascing, kompos limbah kelapa
sawit (sludge, abu dan kompos janjang kelapa sawit), serta limbah cair pabrik
kelapa sawit (LCPKS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa LCPKS dengan tingkat
BOD antara 3.500-5.000 mg L-1 dapat langsung dipakai pada tanaman
kelapa sawit. Pengaruh positif dari pemanfaatan limbah cair tersebut antara
lain peningkatan produksi kelapa sawit dan perbaikan sifat kimia (kandungan
hara) dan sifat fisika tanah (Purba et
al., 2004). Dilihat dari potensi sumber bahan baku dan unsur hara yang
dikandungnya, LCPKS sangat mungkin dijadikan sebagai pupuk untuk pertumbuhan
bibit kakao di pembibitan, dan pemanfaatannya juga dapat mengurangi beban
pencemaran pada lingkungan.
Aplikasi
LCPKS secara nyata dapat memperbaiki kesuburan tanah, terutama sifat kimia
tanah; seperti hasil penelitian Ermadani dan Arsyad (2007) dimana aplikasi
LCPKS dapat memperbaiki beberapa saifat kimia tanah, yaitu peningkatan pH,
C-organik, N-total, P-tersedia, KTK, K-dd, Ca-dd, dan peningkatan Mg-dd.
Penelitian
bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap
pertumbuhan bibit kakao di polybag. Serta mendapatkan dosis LCPKS yang
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao di polybag.
3.
Limbah
Kehutanan
a.
Sifat
fisik papan partikel, yaitu kadar air, kerapatan, pengembangan tebal dan daya
serap air berturut-turut untuk papan partikel dari bahan baku tipe shaving sebesar 9,18%, 0,50, 22,76% dan
39,76%. Sedangkan nilai kadar air, kerapatan, pengembangan tebal dan daya serap
air berturut-turut untuk papan partikel dari bahan baku
b.
Sifat
keteguhan lentur statis yang meliputi keteguhan patah (MOR) dan kelenturan
(MOE) untuk papan partikel dari bahan baku tipe shaving sebesar 85,22 kg/cm2 dan 9.284,82 kg/cm2,
sedangkan untuk papan partikel dari bahan baku tipe serbuk kayu sebesar 57,42
kg/cm2 dan 4993,14 kg/cm2.
c.
Apabila
dibandingkan dengan setandar yang ada, papan partikel yang dihasilkan memiliki
nilai rata-rata dibawah Standar Nasional Indonesia dan FAO. Dari yang ada,
penggunaan papan partikel ini dapat dipakai untuk bahan-bahan yang tidak
memerlukan kekuatan tinggi seperti penyerap suara dan mainan anak-anak.
4. Limbah Peternakan
Penelitian
terhadap ampas kurma sebagai pakan unggas masih belum dilakukan, namun di
Kesultanan Oman melaporkan hasil penelitian pemberian by-product kurma yaitu
biji kurma, daun pohon kurma dan by-product dari industri seperti date fiber
dan sirup sebagai pengganti konsentrat komersial untuk domba Omani (Mahgoub et
al. 2005). AlMasri (2005) dalam penelitiannya menyebutkan kandungan energi,
protein kasar dan serat kasar dalam biji kurma berturut-turut: 9,4 MJ/kg DM; 57
g/kg DM dan 116 g/kg DM. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan
tepung ampas kurma sebagai pengganti jagung dapat berpengaruh pada persentase
bobot jeroan (giblet) dan lemak abdomen ayam pedaging (Gallus gallus domesticus
sp.). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi jumlah optimum
tepung ampas kurma yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti jagung dalam
ransum ayam pedaging, sehigga mampu menurunkan bobot giblet dan lemak abdomen.
5. Limbah Pertanian
Saat
ini telah banyak dikembangkan berbagai penelitian untuk menghasilkan
sumber-sumber energi alternatif yang terbarukan. Pemerintah Indonesia telah
resmi memilih empat tanaman untuk diolah menjadi bahan bakar nabati, yaitu
jarak pagar (Jatropha curcas) dan kelapa sawit (Elaesis gueneensis) untuk
produksi biodiesel serta tebu (Saccharum officinarum) dan ketela pohon (Manihot
esculenta) untuk produksi bioetanol (Kong, 2010). Tebu dan ketela pohon
merupakan bahan baku pangan di Indonesia, sehingga pengolahan kedua tanaman ini
menjadi bioetanol secara masal masih belum berhasil direalisasikan. Jika
program pengadaan bahan bakar nabati ini terus dikembangkan maka dapat terjadi
kompetisi antara kecukupan pangan, jaminan ketersediaan energi dan perlindungan
lingkungan. Penelitian tentang bioetanol berbasis biomassa terus dilakukan, dan
saat ini mulai diteliti pembuatan bioetanol generasi kedua. Penelitian
bioetanol generasi pertama membahas pemanfaatan bahan baku pangan menjadi
bioetanol, seperti tebu, ketela pohon, sorghum, gandum, dan sebagainya. Sedangkan
pada generasi kedua, penelitian difokuskan pada pemanfaatan limbah industri
pangan menjadi bioetanol. Sehingga diharapkan masalah kompetisi antara
kecukupan pangan, jaminan ketersediaan energi dan perlindungan lingkungan dapat
teratasi. Beberapa limbah industri pangan yang dapat diolah menjadi bioetanol
antara lain limbah minyak kelapa sawit (CPO), limbah padi dan limbah pabrik
gula. Limbah industri pangan yang dapat diolah menjadi bioetanol umumnya
mengandung lignoselulosa yang dihidrolisis menjadi glukosa dan kemudian
difermentasi menjadi etanol. Pemanfaatan limbah industri pangan tersebut dalam
makalah ini akan dikaji dari segi potensi dan teknologinya.
a. Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan
bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.
Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran
antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia
yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM,
menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja,
berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah,
meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri,
mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara karena bahan
bakar ini ramah lingkungan dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Untuk
pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya :
·
Nira bergula (sukrosa): nira
tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan,
sari-buah mete
·
Bahan berpati : tepung biji
sorgum, jagung, sagu, singkong/ gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, suweg, umbi
dahlia.
·
Bahan berselulosa
(lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagase, dll. Bioetanol dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar
bensin yang digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan
premium (EXX). Selain itu dapat dicampur dengan bensin yang disebut gasohol
(E10), bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan
mesin dimodifikasi). Bioetanol saat ini yang diproduksi umumnya berasal dari
bioetanol generasi pertama, yaitu bioetanol yang dibuat dari gula (tebu,
molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan tersebut adalah
bahan pangan atau pakan. Konversi bahan pangan/pakan menjadi bioetanol di Eropa
dan Amerika diduga menjadi salah satu penyebab naiknya harga-harga pangan dan
pakan. Arah pengembangan bioetanol mulai berubah ke arah pengembangan bioetanol
generasi kedua, yaitu bioetanol dari biomassa lignoselulosa, yang diperoleh
dari limbah-limbah industri pangan, seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS),
jerami padi, tongkol jagung, sisa pangkasan jagung, onggok, bagase, sisa
pangkasan tebu, kulit buah kakao, kulit buah kopi, dan sebagainya. Dua limbah
industri pertanian yang melimpah jumlahnya adalah TKKS dan jerami padi. 2.2
b. Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS) TKKS merupakan limbah padat dari industri pengolahan
kelapa sawit. Komponen utama TKKS terdiri dari selulosa (41-46 persen),
hemiselulosa (25-33 persen), dan lignin (25-32 persen). Tingginya kadar
selulosa pada polisakarida itu dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan
selanjutnya difermentasi menjadi etanol. Limbah kelapa sawit jumlahnya
melimpah. Sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam dapat
menghasilkan limbah 100 ton/hari. Di Indonesia terdapat 470 pabrik pengolahan
kelapa sawit. Limbahnya mencapai 28,7 juta ton dalam bentuk cair dan 15,2 juta
ton limbah padat per tahun. Dalam proses produksi Crude Palm Oil (CPO), 1 ton
Tandan Buah Segar Kelapa Sawit(TBS) menghasilkan 200 kg CPO dan limbah padat
Tandan Kosong Kelapa sawit (TKKS) 250 kg. Diperkirakan jumlah TKKS pada tahun
2006 adalah sebanyak 20.75 juta ton. Misalkan kadar air TKKS ini adalah 50%,
maka jumlah TKKS kering kira-kira 10.375 juta ton. 2.3 Jerami padi Padi
merupakan tumbuhan monocotyl yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman padi yang
lelah siap panen akan diambil butiran - butirannya dan batang serta daunnya
akan dibuang. Batang dan daun inilah yang disebut dengan jerami. Jerami padi
merupakan limbah pertanian yang mengandung polisakarida dalam bentuk selulosa,
hemiselulosa, pektin dan lignin dan belum dimanfaatkan secara optimal. Selama
ini jerami padi digunakan untuk pakan ternak dan media tumbuh jamur. Meskipun
demikian jerami masih berlimpah dan terkadang harus dibakar. Sebatang jerami
yang telah dirontokkan gabahnya terdiri atas : 1. Batang (lidi jerami), Bagian
batang jerami kurang lebih sebesar lidi kelapa dengan rongga udara memanjang di
dalamnya.
c. Ranting
jerami, merupakan tempat dimana butiran butiran menempel. Ranting jerami ini
lebih kecil, seperti rambut yang bercabang – cabang meskipun demikian ranting
jerami mempunyai tekstur yang kasar dan kuat.
d. Selongsong
jerami, adalah pangkal daun pada jerami yang membungkus batang atau lidi
jerami. Jerami merupakan golongan kayu lunak yang mempunyai komponen utama
selulosa. Selulosa adalah serat polisakarida yang berwarna putih yang merupakan
hasil dari fotosintesa tumbuh - tumbuhan. Jumlah kandungan selulosa dalam
jerami antara 35 - 40 %. Kandungan lain pada jerami adalah lignin dan komponen
lain yang terdapat pada kayu dalam jumlah sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar